Jadi sesuatu yang indah dan dramatis belum tentu satu frekwensi
#Catatanhabibieainun3
Nb: anggap saja foto dengan captionnya nyambung
Foto ini diambil karena tidak tersampainya cita-cita kita ke Padang Mangateh Payakumbuh menjenguk saudara sepermainan waktu kecil setiap kali liburan lebaran #anakgembala
Lalu ketika nyampe di negara ini berjumpa banyak peternakan yang besar-besar dan bagus pengelolaannya, dan melahirkan produk yang berkualitas seperti keju khas mereka yang sudah mendunia.
Jadi kebayang bukit depan rumah ketika kecil dulu banyak kerbau dan sapi yang digembalakan, tetapi hari ini pemandangan tersebut sudah berubah.
Pagi ini dapat telpon dari guru di Pesantren nun jauh di Tapian Danau Ateh Pondok Pesantren Dr.M.Natsir Alahan Panjang. Kita koordinasi terkait persiapan acara besok dalam rangka hari ibu, evaluasi persiapan ini dan itu, salah satu yang membuat beliau khawatir adalah peserta apalagi hari hujan yang membuat orang malas untuk bepergian, ah ini kebalikan dari sebenarnya ya, hujan adalah pembawa rezeki, dan main hujan-hujanan itu asyik banget.
Saya biasa memanggil beliau dengan sebutan “Bunda”, dari balik telponan terdenger gemericik hujan tersebut,
A: berarti sedang hujan pagi ini bunda
B: iya ini sedang hujan,
A: bukannya hari ini adik2 santri/santriah menerima Lapor Sekolah Bunda?
Surat cinta yang dikirim dari Kota Radja (Atjeh) oleh lelaki yang LDR itu kepada Istrinya di Belanda tertanggal 5 April 1887, isinya masih sulit dipecahkan, walau tulisanya rapi dan penuh seni tetapi rangkainnya penuh teka-teki
Kata-kata yang sering dia ulamg-ulang adalah tentang penyakit itu. Karena penyakit itu dia dikirim ke Atjeh oleh pemerintah Belanda. Dia sebagai seorang pakar yang sudah Professor sangat diandalkan oleh Belanda untuk memecahkan teka-teki penyakit itu, yang menyerang beribu-ribu tentara pemerintah Belanda. Karena akhirnya mereka tidak hanya menghadapi para kesatria atjeh dengan senjata Kelewangnya tetapi juga harus memerangi penyakit aneh itu. Apakah dia sempat singgah ke Fort de Kock (Bukittinggi)? Sebagai tempat pelarian pasien untuk di sembuhkan! (Long Journey My research)
Sedang asyik menelusuri beberapa spot menarik di Kota Leiden bersama bu Upik sambil berfoto, tiba-tiba terdengar sapaan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, kita terhenti sejenak ternyata seorang pemuda sepertinya dari Maroko menyapa, langsung kita menjawab “waalksalam warahmatullahi wabarakatuh” dengan senyum. Sebagai pendatang baru tentu agak surprise dapat sapaan salam ditengah muslim yang minoritas.
Sapaan itu terus melantun setiap berpapasan dengan muslim lainnya, terutama dari ibu- ibu atau bapak-bapak setengah baya, tapi antara perlajar yang jelas-jelas pakai Jilbab tidak begitu kental saling memberi salam.
Banyak yg kita ceritakan di mobil dengan tante ini yg sering nganterin kemna2. Bagaimana cerita beliau di Belanda bikin terharu, bisa dibuat satu novel.
A: Tante kalau naik Singapura Airlines lebih 2 kg ngak pa tan?
T: 'Aku belum pengalaman naik itu mbak'
A: Teman aku naik turki kemaren 2 kg ngak pa tan.
T: 'coba aja nanti, semoga ok'
Setelah turun langsung cari counter, disambut dengan senyuman pramugari yg sudah terlatih dan hangat.
Setelah periksa passport dan lainnya saatnya cek timbangan,
Dipertemukan oleh Teh Ayu di Leiden Centraal ketika
melepas beberapa PhD dari Unpad untuk pulang ke tanah air. Pertemuan kita
dilanjutkan menuju KringLoop, dalam perjalanan tercapai kesepakatan akan
berpetualang Ke Kota Gent, Belgium. Sebelum berangkat ke Belanda tidak ada
dalam list kegiatan untuk berkunjung ke negara lain. Tapi ajakan uni Ira Safitri D dan saran teh Ayu Swaningrum, schedule tersebut
perlu di revisi, tidak lain karena kesempatan mencari pengalaman, ada teman dan yang utama budgetnya cukup terkendali.
Semenjak itu kita sering bertemu, tidak hanya
kebetulan tapi juga karena “Afspraak”. Pertemuan selama satu bulan seakan
dididik tentang ilmu tata ruang kota karena bidang beliau adalah Panologi.
Selama di Belanda Beliau di bimbing oleh pak Freek Colombijn, salah satu karya
pak Colombijn yang mendalam bagi saya adalah Paco-Paco Kota Padang. Uni Vivi
saat ini sedang menulis disertasi terkait tata ruang kota Bukittinggi. Beliau
tampil membawa perspektif baru yang melihat tata ruang kota dengan menggunakan
perspektif sejarah, ini menjadi peluang dan tantangan bagi beliau karena di ITB
beliau yang pertama menggunakan pendekatan sejarah dalam menerapkan ilmu
panologi.
Ditepian sungai Lille Prancis
ditengah udara yang cerah yang tidak sedingin Belanda. Memberanikan duduk
sambil memandang jembatan dengan arsitektur sederhana dibandingkan dengan
bangunan lainnya yang sehari ini kami nikmati. Perjalanan ke kota Lille bersama
teman-teman Indonesia yang lagi belajar di Belanda dengan berbagai latar belakang
studi yang di koordinir oleh pengurus PPI Den Haag.
Merenung sesaat tentang makna
“Sumpah Pemuda” hari ini. Sumpah Pemuda 28
Oktober1928 yang berumur sudah 91 tahun. Pemuda yang hadir lebih dari 750 orang
ibarat sungai-sungai kecil sebagai sumber mata air didaerah masing-masing. Lalu
sungai itu mengalir menuju muara yang satu yaitu Indonesia. Sungai - sungai itu
tidak terbentuk sendiri tetapi juga pertemuan banyak sumber mata air yang
jernih dari hutan yang hijau dan kaya akan isi alam.
Ketika bermuara dengan tujuan
dan cita yang sama tercapailah cita Indonesia merdeka. Pemuda yang di ibaratkan
sungai itu sampai mengalir ke negara-negara Eropa. Saya menemukan banyak pemuda
hebat
disini mereka belajar banyak hal ada sebagian besar yang akan pulang untuk bermuara
di Indonesia, para pendahulu sungai itu salah satunya adalah Pemuda Hatta.
Semoga sosok pemuda Hatta yang merantau untuk sekolah ke Belanda tetap menjadi
teladan untuk para perantau pulang membangun negri.
Sungai-sungai di sini jauh
berbeda dengan
Molen sebutan orang sini tapi
kita mengenalnya dengan sebutan kincir angin. Molen ini sudah menjadi museum,
saya pikir karena sudah tua dan di museumkan berarti tidak berfungsi lagi.
Ternyata sore ini Molennya berputar, tepat sekali dengan suasana sore dikala
pulang dari kesibukan kampus.
Uni vivi menjelaskan, bahwa
Molen tersebut ada jadwal khusus untuk aktif. Molen seperti ini masih banyak
tersebar di Belanda. Sekitar Universitas Leiden yang saya lewati ada dua dan banyak lagi yang lainnya sehingga julukan "Negara
Kincir Angin" tepat sekali. Tapi yang paling terkenal adalah kumpulan
Molen di Kinderdijk,
Awalnya
ketika ke Leiden saya membayangkan akan di sambut dengan gerbang bertuliskan
Leiden dengan huruf besar seperti masuk kampus-kampus Indonesia, ternyata hanya
bayangan....
Kampusnya
luas tapi juga bercampur dengan tempat tinggal. Sulit menebak apakah itu
ruangan kelas atau rumah orang. Karena itu kali ya kosan disini mahal-mahal
(cuma menebak), ada kosannnya yang bekas fakultas hukum ada juga yang bekas
rumah sakit.
Leiden
selain lagi dingin juga diiringi hujan, ibu kosan dan beberapa teman bilang
saya salah waktu kesini. Karena cuaca seperti itu terbatas mau kemana-mana
jadinya.
Tapi
mari kita nikmati journey ini
Lagi Ingat Cerita Cinta di Malaya 2015 yang silam |
Karena lebih awal chek in dan petugas menyarankan agar naik pesawat yang sekarang aja.
Saya dan da el berfikiran sama, oh bisa gitu ya, petugas menambahkan ngak pa lebih awal kan ? Dari pada ketinggalan pesawat ke frankfurt nantinya? Langsung saya iyakan, karena mendingan lama transit di KLIA dari pada soekarno hatta yang saya udah biasa dsni.
Setelah tukar duit saya langsung masuk ke bagian imigrasi. Sebelumnya da el berpesan, ikhlaskan segal kekurangan sabar dan selamat berjuang disana. Bersyukur ada keluarga di Jakarta dan dianterin sampai ke pintu imigrasi sehinga dalam ngurus banyak hal saya ada teman bicara dan meredakan hati yg dag dig dan grogi menuju imigrasi.
Ketika masuk pemeriksaan imigrasi agak biasa aja, pertama saya dihadapkan dengan petugas cowok, entah kenapa dia bukan tegas tapi seperti cowok sok jual mahal, senyum dan ingin ramah tapi di sembunyikan. Apalagi ketika cek pasport saya.
Ketika kamu diberi kesempatan ke Leiden maka kamu punya
hutang untuk berbagi apa yang kamu dapatkan disana (Pesan seorang Ibu, agar aku
selalu update apa yang aku dapatkan)
Tidak semua orang diberi kesempatan menikmati perjalanan,
pengalaman dan ilmu itu. Banyak orang yang ingin berada di posisimu, mempunyai
impian yang sama denganmu untuk menikmati itu. Sebagian kecil ada yang bisa
meraih itu sebagaian besar tidak.
Maka kamu sebagai orang yang mendapat nikmat kesempatan ini
punya tanggung jawab untuk berbagi apa yang kamu punya dan dapatkan.
Kamu sampai ke daratan Eropa ini bukankah itu hasil dari
perjuangan panjang? bahkan melewati berbagai ujian, gagalan dan penolakan. Maka
gunakan kesempatan ini dengan baik, bersyukurlah dengan nikmat allah ini.
Dan bersabarlah....
Sabar?
Dalam menjalani kehidupan dan mencapai cita banyak halangan rintangan yang kita hadapi, bahkan kita harus singgah diberbagai perhentian yang tidak kita hendaki. Kadang kala ketika kita singgah kita tergoda dengan suasana tempat perhentian tersebut. Kadang malah kita merasa cukup dengan apa yang ada ditempat perhentian tersebut. Akhirnya tujuan utama terlupakan dan tidak tercapai.
Foto ini adalah salah satu ilustrasi dari tujuan perjalanan tersebut. Foto ini di ambil tanpa ada planning hasilnya akan seperti ini ketika “Jelajah Fort De Kock” . Dan kita tidak menyadari kalau tempat yang kita foto ini sungguh unik. Setelah memperhatikan dengan seksama foto ini kaya akan makna dan tafsiran. Hal ini menjadi pelajaran buat saya dan para sejarawan lainnya dalam mentafsirkan foto sebagai arsip. Apalagi sekarang dengan perkembangan media, foto menjadi sumber yang mudah didapatkan. Kalau zaman kolonial hingga orde baru foto masih menjadi sumber elit. Karena foto adalah barang mewah yang hanya digunakan dan dicicipi untuk kepentingan pemerintah, orang kaya dan para pejabat, tapi sekarang tidak lagi. Ini adalah tantangan terbesar untuk para sejarawan.
Dalam foto ini banyak penafsiran yang bisa dibuat, pertama ternyata bangunan bagonjong lambang Ranah Minang itu menjual minuman dengan label ‘Bintang’, kedua wah gadis yang berkerudung itu menuju bangunan yang menjual minuman ‘bintang’ itu, ketiga gadis berjilbab dalam perjalanan dari suatu tempat sekarang menuju mobilnya yang parkir di bangunan bergonjong yang menjual minuman Bintang dan adiknya yang di seberang jalan dah lama menunggu karena uninya terlalu lama meninggalkannya di mobil.
Sebenarnya foto ini adalah hasil percobaan dari beberapa jepretan atau bisa dikatakan ini hasil potret yang gagal, tapi bukankah kegagalan itu mempunyai banyak pelajaran dan hikmah. Foto ini diambil ketika suasana lagi sepi, kendaraan tidak ada yang lewat tapi ketika siap-siap untuk foto yang sesungguhnya kendaraan lewat sampai membuat macet persimpangan strategis tersebut yang terletak di samping hotel Rocky dan di belakang Jam Gadang. Ketika akan ambil spot ini kita tidak melihat ada lambang minuman berbintang tersebut. Setelah beberapa kali melihat foto ini baru kita menyadari. Tapi apakah bangunan bergonjong tersebut adalah toko minuman berbintang atau hanya iklan minuman berbintang tsb, saya tidak mengetahui.
Mungkin ada dunsanak pembaca yang mengetahui, yang jelas tentu itu berlawanan dengan falsafah Rumah bergonjong dengan minuman berbintang. Karena rumah bergonjong tidak bisa dipisahkan dari “Adat Basandi Sarak Sarak Basandi Kitabullah”, atau itu menjelaskan potret yang sebenarnya Minangkabau hari ini? Kita tunggu hasil penelitian terkait ini.
Begitu juga penafsiran dan komen yang diberikan orang terhadapa apa yang kita lakukan. Karena orang akan mempunyai pola fikir dan penafsiran yang berbeda. Lalu apakah kita akan patah arang dan mundur dengan penafsiran yang ada sedangkan tujuan akhir kita masih jauh. Dan semua itu tidaklah benar. Disinilah kematangan dan kedewasaan berfikir dan tindakan kita diuji. Apakah kita akan hidup sesuai dengan apa yang orang lain inginkan atau bagaimana? Karena apa yang kita lakukan dan kalau kita hidup berharap pujian dan pembenaran dari orang lain kesempurnaan ini tidak akan pernah kita temukan. Sejatinya kita adalah perantauan yang punya tempat pulang akhir, apa yang kita lakukan hari ini menggambarkan dan mengantarkan kepada tujuan akhir tersebut neraka atau Sorga. Tentu semua orang menginginkan itu, tapi kita perlu persiapan dan mengukur diri apakah kita berhak dan pantas. wallahualam....
Dikabarkan dari nagariku nan Indah di Lembah gumanti,
Curhatan hati dari sang adik.
Uni…
Pemandangan indah yang selalu uni posting tentang ke indahan nagari kita,
pudar bersembunyi dibalik asap uni
Tiap hari kami dari sekolah bisa memandang ke danau dan ke gunung itu.
Sekarang tidak kelihatan lagi
Sekarang pergi kemana-mana kami harus pakai masker
Sudah tidak bebas bernafas uni
Sesak sudah dada ini uni
Bahkan sekarang kami diliburkan sekolah uni.
Berharap Allah turunkan hujan segera uni
Bukan hanya untuk menghalau asap uni
Tapi Bawang, Cabe, Kopi, serta sayuran butuh air untuk tumbuh berkembang
Mereka sudah kering kerontang, hampir menyerah untuk hidup….
Dik
Allah lagi menguji kita…
Bersabar dan Bersyukurlah
Dan teruslah berdoa diwaktu mustajab
Serta berdoalah untuk pemimpin negeri ini agar dibukakan hati…..
Dan rajinlah belajar dik, agar kita bersama membangun negeri ini
Yogyakarta, 22 September 2019
Ketika memandang Gunung Talang, yang menjulang dintara bukit-bukit yang lainnya dan berhalamankan Danau Ateh, Danau Bawah dan mempunyai anak, “Danau Talang”. Jadi ingat cerita Seorang sahabat tentang perbedaan Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Setelah mengunjungi dua candi terbesar itu dan telah menjadi warisan dunia dia berkata. Ri (begitu dia memanggil akrab namaku) aku merasa Candi Prambanan itu menampilkan ke angkuhan dan kuasanya diantara yang lain. Perbincangan kami berlanjut sampai kemana-mana dengan calon Arkeolog, keturunan darah Minang dan Mandailing ini.
Gunung Talang dan bukit-bukit kecil yang mendampinginya, dan Danau sekitarnya adalah pelajaran dan anugerah terindah untuk masyarakat. Lingkungan alam ini juga memberikan sumbangsih dalam membentuk orang-orang yang tinggal disekitarnya. Salah satu nagari yang sering jadi tulisan terkait ini adalah Nagari Sulit Air. Bagaimana keadaan nagari Sulit Air menjadi salah satu faktor terbentuknya masyarakat perantauan Sulit Air yang menjadi salah satu organisasi perantauan Minangkabau terbesar yaitu SAS (Sulit Air Sepakat) cabangnya sudah ada di beberapa negara besar seperti di Australia, Amerika dan lainnya.