Beban berat SANG JUARA
December 21, 2019
Pagi ini dapat telpon dari guru di Pesantren nun jauh di Tapian Danau Ateh Pondok Pesantren Dr.M.Natsir Alahan Panjang. Kita koordinasi terkait persiapan acara besok dalam rangka hari ibu, evaluasi persiapan ini dan itu, salah satu yang membuat beliau khawatir adalah peserta apalagi hari hujan yang membuat orang malas untuk bepergian, ah ini kebalikan dari sebenarnya ya, hujan adalah pembawa rezeki, dan main hujan-hujanan itu asyik banget.
Saya biasa memanggil beliau dengan sebutan “Bunda”, dari balik telponan terdenger gemericik hujan tersebut,
A: berarti sedang hujan pagi ini bunda
B: iya ini sedang hujan,
A: bukannya hari ini adik2 santri/santriah menerima Lapor Sekolah Bunda?
B: Iya, mungkin ini tanda ada yang akan menangis nanti kata beliau.
A: wah, jadi ingat ketika nerima lapor dulu bunda, jadi sang juara itu punya beban berat bunda
B: iya?
A: tepat sekali acara besok bunda, “Mendidik Anak di Era Parenting” agar banyak orang tua tidak menuntut sang anak harus juara di kelas.
B: Jadi kamu menyesal, jadi sang Juara?
A: Tidak bunda, tetapi jadi “Sang Juara lebih berat dari pada Rindu”
B: wk..wk…
Alhamdulillah pas kuliah, tidak tertulis lagi juara ini dan itu, tapi cukup IPK berapa masih jadi pertanyaan dan perbandingan dan syarat dapat beasiswa dan kerja. Beban berat yang saya alami tidak ada karena paksaan sedikitpun dari orangtua untuk juara ini dan itu tetapi di lingkungan masyarakat, sekolah, teman-teman itu menjadi beban yang luar biasa berat ditanggung oleh seorang yang masih ABG.
Jadi ingat telponan seorang bapak kepada anaknya di perpustakaan UGM kemaren sore “ ya bapak ngak minta harus juara satu nak, juara 3 aja udah cukup kok” entah apa perasaan sang anak di sekolah sana, pasti dag-dig –dug menahan tangis.
Beban berat sang juara diantaranya adalah, dituntut untuk juara terus, apalagi 6 tahun di pesantren, 12 kali menelima raport. Kalau juara satu dituntut juara satu terus, bila pernah jatuh ke juara dua wah jadi gossip ini dan itu, apalagi tinggal di asrama mudah mengetahui kabar angin ini dan itu. Begitu pula jadi juara umum, ini tidak hanya perlombaan antar siswa di kelas tetapi juga antar kelas dan walikelas.
Beban berat selanjutnya adalah, bahwa sang juara itu hebat dan ahli dibanyak bidang, sedangkan tidak semua orang sempurna harus bisa disemua hal. Menjadi sang juara dituntut menjadi teladan, maka ketika sang juara bersalah hukuman public lebih tinggi dari pada yang tidak apalagi kalau ketahuan berpacaran di pesantren, wah heboh ini.
Kisah ini tidak hanya pengalaman pribadi tapi juga mengamati teman-teman juara yang lainnya, apalagi dari juara 1 tidak bisa 10 besar, atau sang juara tidak lulus UAN atau tidak lolos SNMPTN. Hal ini tidak hanya jadi beban sang anak tapi juga orangtua, karena juara kelas itu menjadi suatu yang prestius dan jadi suatu kebanggaan di masyarakat pada umumnya, lalu ketika yang tidak terduga terjadi, ternyata….
Sepertinya saya jadi bagian pendukung pak mentri pendidikan ni, agar UAN di hapuskan…
Lalu ketika Sang juara itu adalah seorang uni dari adik-adiknya. Ternyata berefek luarbiasa, aliran ilmu parenting mana saya lupa, bahwa membentuk anak pertama itu menjadi lebih baik sangat utama dan penting, karena si kakak akan jadi tauladan bagi adiknya dan kakak adalah contoh bagi adiknya, kakaklah yang akan menjadi pembimbing adik-adiknya. Maka jika berhasil mendidik sang kakak akan mudah mendidik sang adik. Tapi metode mendidik setiap anak tidak bisa disamakan, apalagi antara cara mendidik anak laki-laki dengan perempuan, mendidik anak yang pendiam dengan yang vocal, lebih lanjut materi parenting ini akan disampaiakan pemateri yang berpengalaman di Convention hall Villa Danau di Ateh besok. Tetapi juga menjadi beban tersendiri bagi si adik ketika dituntut seperti sikakak, karena pola dan minatnya berbeda, jadi ingat curhatan sang adik “Karena uni seperti ini, kami juga dituntut menteladani agar seperti itu”…. “Maafkan uni dik” mari belajar lebih baik kedepannya…..
Tapi walaupun itu berat, tidak ada penyesalan sedikitpun, beban berat dan tuntutan itu menjadi bekal untuk memikul beban berat selanjutnya. Terimakasih mama dan papa, sanak saudara, para guru-guruku dan teman-teman. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita, agar terus belajar banyak hal, apalagi menjadi seorang pendidik dan orangtua sesuai perkembangan zaman banyak hal yeng perlu terus di pelajari dan Istiqamah dalam menanamkan moral-moral kehidupan. Karena sekarang moralitas seakan hilang dari dunia pendidikan dan parenting. Dan betapa banyak kita menyaksikan kisah - kisah sang anak yang tidak juara di kelas tetapi berhasil dalam kehidupan. Karena juara tidak menjamin apapun ketika kita lupa mengajarkan agama dan cara beradab yang baik serta bisa mengambil hikmah disetiap kejadian agar menjadi pelajaran di masa depan.
0 comments