Sumpah Pemuda (I)
November 15, 2019
Ditepian sungai Lille Prancis
ditengah udara yang cerah yang tidak sedingin Belanda. Memberanikan duduk
sambil memandang jembatan dengan arsitektur sederhana dibandingkan dengan
bangunan lainnya yang sehari ini kami nikmati. Perjalanan ke kota Lille bersama
teman-teman Indonesia yang lagi belajar di Belanda dengan berbagai latar belakang
studi yang di koordinir oleh pengurus PPI Den Haag.
Merenung sesaat tentang makna
“Sumpah Pemuda” hari ini. Sumpah Pemuda 28
Oktober1928 yang berumur sudah 91 tahun. Pemuda yang hadir lebih dari 750 orang
ibarat sungai-sungai kecil sebagai sumber mata air didaerah masing-masing. Lalu
sungai itu mengalir menuju muara yang satu yaitu Indonesia. Sungai - sungai itu
tidak terbentuk sendiri tetapi juga pertemuan banyak sumber mata air yang
jernih dari hutan yang hijau dan kaya akan isi alam.
Ketika bermuara dengan tujuan
dan cita yang sama tercapailah cita Indonesia merdeka. Pemuda yang di ibaratkan
sungai itu sampai mengalir ke negara-negara Eropa. Saya menemukan banyak pemuda
hebat
disini mereka belajar banyak hal ada sebagian besar yang akan pulang untuk bermuara
di Indonesia, para pendahulu sungai itu salah satunya adalah Pemuda Hatta.
Semoga sosok pemuda Hatta yang merantau untuk sekolah ke Belanda tetap menjadi
teladan untuk para perantau pulang membangun negri.
Sungai-sungai di sini jauh
berbeda dengan
Indonesia, kita tidak bisa membandingkan mana yang terbaik, tapi keberadaan sungai disini walau telah maju tidak hanya sebagai tempat air mengalir, mereka membuat sungai menjadi objek wisata, tempat melahirkan banyak ide, bahkan kafe-kafe di sepanjang sungai berjamuran, mereka juga sengaja membuat cafe diatas sungai. Sungai masih menjadi jalan raya untuk kapal-kapal menuju gedung-gedung atau untuk merasakan sensasi berlayar.
Indonesia, kita tidak bisa membandingkan mana yang terbaik, tapi keberadaan sungai disini walau telah maju tidak hanya sebagai tempat air mengalir, mereka membuat sungai menjadi objek wisata, tempat melahirkan banyak ide, bahkan kafe-kafe di sepanjang sungai berjamuran, mereka juga sengaja membuat cafe diatas sungai. Sungai masih menjadi jalan raya untuk kapal-kapal menuju gedung-gedung atau untuk merasakan sensasi berlayar.
Sungainya bersih sampah di
tepinya ditanam bunga dan pohon-pohon, disediakan tempat duduk dan rumput yang
nyaman. Walau musim dingin mereka tetap memanfaatkannya sebagai tempat rebahan
sambil membaca buku. Tapi ada satu hal yang tidak dimiliki sungai mereka,
gemericik air yang mengalir. Jadi ingat di kampung, gemericik air menjadi irama
musik alunan alam. Mungkin karena datarannya yang landai, sungai-sungai di
Eropa tidak menghasilkan irama itu.
Salam Sumpah Pemuda (I)
Terimakasih untuk jepret
indahnya Uni Ira Safitri D
0 comments