Kata “Malala” tentu asing bagi orang selain Minangkabau, kalau dilihat penggunaannya sekarang lebih di artikan ke “jalan-jalan” tapi makna sebenarnya bukanlah seperti itu. Waktu kecil saya sering kena tegur sama mama “ ondeh nak pai Malala se dari tadi, karajo mama banyak yang butuh di tolong” atau kata lain “ nak, anak gadis ndak boleh palala do”. Gimana ya cara menjelaskannya ya? Intinya sih pergi main-main tanpa arah tanpa ada manfaat gitulah.
Apalagi ada nyanyi yang isinya begini “ Jaan Malala….. Jaan Malala Juo, Harilah sanjo.
Trus tiba-tiba lebaran kemaren ada yang menggunakan kata-kata Malala untuk aktivitas aku. Aku agak syok….
Aku dibilang pai Malala
Barangkali kata-kata itu sudah lama tak digunakan kepadaku, kemudian kata-kata Malala untuk ukuran aku seperti menggambarkan aktivitas orang yang keras kepala, sedangkan aku anak patuh, baik, kalau kemana-mana ter schedule jelas apa outputnya (salah satunya Refreshing..he..he) kalau kemana-mana yang jelas-jelas agendanya dan perginya sesuia dengan rencana. Bisa jadi aku juga syok sama orang yang bilang kata-kata tersebut
Syok apaan ya??? He,,he,,,,
Tapi kata malala tersebut mulai difamiliarkan sebagai bentuk lain dari kata jalan-jalan. Kalau dilihat di Instagram bebera nama akun traveling itu dikasih nama Malala.
Puncak Mande |
Kali ini aku pengen nge share terkait salah satu malala yang berkesan bagiku “Tepatnya lebaran kemaren” berkesan banget karen kita pergi rute dari Rumah (Lembah Gumanti)- Solok- Bukittinggi- Padang - Pesisir Selatan.
Kita pergi sekeluarga minus yuni yang ngak pulang kampung tapi stay di Tanjung Pinang plus bawa kemenakan papa satu orang. Perginya jam 04.00 dini hari, ngak mandi saking dinginnya….
Selain bisa kembali menikmati indahnya Pemandangan Alam Minangkabau yang cantik mulai dari Negeri lima danau, Danau Ateh, gunung Talang, kemudian kita melewati Kebun Teh, selanjutnya kita menikmati, Danau singkarak sambil sarapan pagi yang udah terlambat. Di Bukittinggi salah satu tujuan utama kita adalah silaturrahim ke rumah paman.
Tentu aku yang udah lama ngak pulang kampung berharap bisa singgah di beberapa spot wisata Bukittinggi, tapi apalah daya waktu habis karena macet, dan list-list tempat yang mau di singgahi hanya tinggal list di Bukittinggi.
Untuk mengobati ke inginanku yang tidak tercapai di Bukittinggi papa dan Rahmat membujuk dengan makan durian sepuasnya..ha..ha..
Masalah jalan-jalan kita menikmati bukan hanya pemandangannya yang indah, jarang banget kita bisa ngumpul lengkap seperti ini dan bisa jalan-jalan hanya kita aja dan beberapa hari. Sehingga bisa cerita dan menasehatin apa aja masing-masing. Setiap kita punya moment menasehati dan dinasehati apalagi sharing tentang mimpi masing-masing.
Nah kalau masalah jalan-jalan jadi ingat cerita papa, papa kalau mau bepergian urusan sesusatu, pasti bawa kita salah satu anaknya, kemudian papa bilang kalau pergi sama aku dapatnya jalan-jalan puas kemana-mana, tapi kalau sama rahmat dapat sesuai tujuan terutama masalah bisnis. Jadi ngak salah deh aku suka jalan-jalan udah di ajarin papa dari kecil.
Di padang langsung Shalat ke masjid raya Sumatera Barat, dan nginap di rumah Mintuo. Pagi kita ke pesisir selatan me ngunjungi banyak spot terutama, puncak mande sampai ke ujung-ujungnya jalan dan sarapan pagi disana. Trus ke pantai carocok, puncak lingkisau. Banyak lagi deh dan tentunya banyak pelajaran dan pengalaman yang tidak pernah terulang lagi, apalagi papa mama sudah mulai tua, adik-adik sudah besar semua bahkan saya di bilang anak ke empat karena mereka besar-besar dan wajahnya dewasa.
Foto-foto yang tersimpan adalah memory kehidupan yang akan diwariskan ke anak cucu begitu juga tentang cerita perjuangan lima saudara karena mempunyai orangtua yang luar biasa yang berdarah-darah berjuang demi anak tercintanya.