Drama Sebelum Penelitian Sejarah di Belanda
May 16, 2020
Alhamdulillah kemaren diberikan kesempatan berbagi tentang pengalaman penelitian di Belanda bersama mahasiswa kece dari Pendidikan Sejarah UNRI di undang oleh uda Piki Setri Pernantah sebagai dosen disana sekaligus pengampu matakuliah Metodologi dan Historiografi sejarah.
Jadi ingat bagaimana mengurus persiapan untuk keberangkatan, ternyata passport udah expired ketika mengurus perpanjangan di imigrasi Padang ya ampun antriannya banyak, bahkan antrian onlinenya udah penuh untuk satu bulan ke depan. Akhirnya harus mengurusnya di Bukittinggi, Ini memberikan kesempatan berpetualang menelusuri Bukittinggi masa Lampau atau “ Jelajah Fort de Kock”. Begitu juga dengan pengurusan visa yang harus bolak-balik Yogyakarta-Jakarta.
Apalagi drama pas mendaftar program ini, awalnya mendaftar hanya kerena tugas dari dosen pembimbing dan sudah berencana menolak untuk berangkat kalau diluluskan karena alasan “Agenda kehidupan”
**
Ramadhan tahun lalu sehabis shalat tarawih berjamaah dapat pesan dari Bapak dosen pembimbing untuk ke kampus besok menemui beliau, tanggal berapa agak lupa yang jelas waktu itu hari rabu sudah akhir ramadhan. Besok harinya kamis dengan agak dag dig dug menunggu di depan ruangan beliau, kurang beberapa menit menjelang jam 09.00 pagi. A: Tok…tok….
B: ya masuk suri… Apa kabar? Tesismu bagaimana?
A: Baik pak rencananya saya mau bimbingan hari senin dengan bapak dan menyetorkan bab-bab yang sudah selesai.
B: Apakah datamu sudah lengkap?
A: Sudah pak saya udah bolak balik terus ke Jakarta, ambil arsip di ANRI dan PNRI.
B: Pasti sumber yang sama digunakan berulang-ulang?
A: He…he… ngak pak (langsung ke bayang data bundelan “Algemene Secretarie Atjeh Zaken” yang udah di obok-obok tiap hari plus catatan kolonial dan monograf yang banyaknya se abrek, dengan tulisan kayak cacing kepanasan).
B: Pelajari ini dan siapkan persyaratannya segera ya suri(sambil memberikan sebuah dokumen)
A: Wah, program ini pak (melihat sekilas dokument tsb saya langsung mengenali), Satu bulan yang lalu ketua kelas saya juga sudah ngasih info ini juga pak he..he..... Kapan terakhir dikumpulkan persyaratannya pak?
B: Ya segera, itu udah deadlinenya dan kamu pilihannya untuk jurusan sejarah Leiden University ya…
A: Siap pak, kalau hari senin, bagaimana pak? Sambil saya bimbingan dengan bapak
B: Ya boleh
Keluar dari ruangan beliau, langsung cari tempat duduk yang nyaman untuk menenangkan diri. Karena tugas dari bapak sungguh mengejutkan, menguras fikiran dan perasaan. Saya mencoba membaca dan melihat lagi dengan cermat persyaratannya dalam dokument tersebut yang menginfokan tentang hibah kompetisi menyelesaikan tesis di luar negeri bagi mahasiswa S2.
Bukan beratnya persyaratan yang membuat saya terbebani, tetapi saya sudah move on dari Leiden university, apalagi sudah punya rencana kehidupan untuk pulang kampung di akhir Ramadhan ini dan akan stay lama di Sumatera Barat, ke Yogyakarta cukup pas bimbingan aja. Kalau lolos program ini, yah bisa batal agenda kehidupan tersebut.
Setelah berfikir panjang, akhirnya memutuskan untuk ikut kompetisi ini dan segera ke bagian akademik untuk memenuhi persyaratan. Tetapi memutuskan ikut hanya sebagai lambang untuk melaksanakan tugas dosen pembimbing. Mengelilingi beberapa gedung FIB UGM ditengah panasnya Yogyakarta apalagi sedang berpuasa untuk melengkapi persyaratan lumayan menguras tenaga, karena udah lemas bolak balik akhirnya memutuskan istirahat sejenak sebelum pulang ke kosan. Tiba-tiba datang seorang sahabat nama beliau Khairani Fitri, kita sama-sama Alumni Sejarah Unand, ketemu lagi di Yogyakarta dengan jurusan yang berbeda.
K: Kenapa kamu ri? Lemes banget…
A: Iya khai, aku habis bolak balik memenuhi persyaratan ini (sambil menyodorkan dokument tadi)
K: Wow… good suri, semangat ya, akhirnya bisa juga ke kampus impian kamu, kemaren-kemaren banyak tawaran program kamu ngak mau ikut
A: Aku ngurus ini hanya karena dosen pembimbing khai, aku ngak minat lagi ke Leiden, aku udah ada agenda kehidupan semester depan, semoga aja ngak lolos ya, kalau lolos aku akan menolaknya khai, karena agenda kehidupan aku lebih penting, penelitian ke Leiden walaupun di biayai, pasti akan menguras tabungan aku, trus tambah banyak data yang harus aku olah dan analisi, yang udah ada aja bikin aku ngos-ngosan, berkunang-kunang melihat arsip tulisannya yang kayak cacing. (Semua unek-unek yang mengganjal kutumpahkan sama khai)
K: Apa sih agenda kehidupan yang kamu bilang itu?
A: Ada deh
K: Ngak boleh gitu lo ri, mana tau Allah berkehendak lain..
A: Iya ya khai,… makasih ya udah mengingatkan aku
**
Suatu hari sambil baca-baca buku di sebuah rumah di Kota Padang, masuk sebuah pesan whatsapp. Ternyata dari bapak, “suri bagaimana hasil seleksi hibah tesisnya? Apakah kamu lolos?”
Pesan ini mengingatkan kembali pada program hibah tesis ke leiden yang saya apply 1,5 bulan yang lalu. Segera saya jawab, “belum ada pengumuman hasilnya pak, kalau sudah ada pengumuman hasilnya akan segera saya kabari bapak”.
Pesan dari beliau menyadarkan saya, betapa pedulinya beliau kepada kualitas anak bimbingannya, dengan cara merekomendasikan untuk ikut berbagai program keren yang sangat menunjang akademik. Saya sungguh sangat berterimakasih mendapat pembimbing seperti beliau, bahkan saya telah berencana untuk menolak program tersebut. Kadarullah agenda kehidupan yang saya rencanakan belum tepat momentnya, walaupun agak membuat saya agak down dan sakit saya sadar kita hanya bisa berencana tetapi Allah SWT memberikan apa yang kita butuhkan.
Beberapa hari kemudian sebuah pesan dalam bentuk dokument masuk dari bagian akademik jurusan. Alhamdulillah rencana Allah maha indah, ternyata ada 3 orang yang lolos program ini. Mbak Lintang dari jurusan Antropologi akan berangkat ke Jerman, mbak Shanti dari jurusan sastra akan berangkat ke Korea. Sungguh berita lolosnya program hibah tesis, sakitku segera bisa kompromi untuk sembuh dan bikin semangat untuk berjuang.
Sambil mengolah hasil penelitian, saya segera mempersiapkan persyaratan dokument untuk berangkat ke Belanda. Apalagi passport sudah expired, karena sudah di Kota Padang segera ke kantor imigrasi. Ternyata antrian pengurusan passport sungguh panjang begitu pula antrian online untuk satu bulan sudah full. Akhirnya minta izin ke Papa pergi ke Bukittinggi untuk ngurus passport. Bagaimana cerita di Bukittinggi pas ngurus passport bisa dilihat di judul tulisan “Jelajah Fort de Kock”.
Ngomong passport kepada keluarga tentu menimbulkan banyak tanya, mau kemana nak tiba-tiba urus passport. Oh iya papa, suri lupa mengabari lagi ke papa dan mama, agenda HOMSEA ke Hong Kong yang Suri apply alhamdulillah lolos nanti akan dilaksanakan bulan Desember. Karena itu mumpung udah di Padang sebelum ke Jogya suri siapkan dulu. (Drama ke Hong Kong yang ditunda entah sampai kapan karena kerusuhan semoga bisa menceritaknnya lain kali).
Sengaja tidak menceritakan ke siapapun tentang agenda ke Belanda ini karena trauma batal lagi nantinya berangkat ke Belanda…..
Lumayan lama waktu dari pengurusan sampai akhirnya berangkat tanggal 5 Oktober, apalagi berjuang di Belanda. Lalu ketika ada permintaan uda Piki Setri Pernantah untuk berbagi pengalaman dengan mahasiswa pendidikan Sejarah UNRI, sulit untuk menolaknya. Semoga berbagi pengalaman memberikan banyak inspirasi buat para sejarawan muda selanjutnya.
0 comments