Malamang Dalam Memori
May 05, 2019
Salah satu tradisi di kampung, dalam menyambut hari baik seperti akan puasa, Idhul Fitri, Idhul Adha, Bulan Muharam dan Isra' Mi'raj adalah Malamang. Malamang maksudnya Memasak Lemang, Lemang adalah salah satu makanan tradisional dari Sumatera Barat yang bahan utamanya adalah ketan, santan ditambah garam secukupnya yang dimasak dengan menggunakan talang dilapisi daun pisang, talang berbeda dengan bambu plus bumbu rahasia keluarga. Sebenarnya lamang banyak variasinya, ada lamang beras merah ada Lamang Durian ketan dan lainnya.
Malamang bukan hanya sekedar memasak makanan tradisional untuk dimakan bersama keluarga. Tetapi juga pertanda bahagia menyambut hari baik dan lambang untuk berbagi antar sesama. Karena tidak semua orang memasak makanan ini pada hari-hari tertentu tersebut, tidak hanya masalah biayanya tetapi juga kemampuan yang bisa memasak lamang sudah mulai berkurang.
Foto ini diambil sehari menjelang Idhul Fitri tahun lalu 2018. Saya sebagai asisten Papa memasak lamang mencoba mengabadikan moment-moment beliau meracik bumbu Lamang. Tradisi ini dikeluarga sangat dijaga agar anak cucu tetap bisa memasak Lamang walau waktu sudah bergulir.
Jadi ingat waktu kecil, kalau papa masak lamang hari itu boleh dibatalkan puasa...he..he.... Setelah kelas 3 SD saya tidak mau lagi membatalkan puasa. Jadinya Papa masak Lamang agak siang biar ketika berbuka dapat dimakan yang hangat oleh kami anak-anak beliau. Bahkan papa sengaja masak malam, baru matang tengah malam dan beliau sengaja membangunkan kami supaya mencicipi Lamang yang hangat.
Satu hal yang selalu saya ingat dari kecil tentang lamang yang dimasak Papa adalah ungkapan dari keluarga lainnya baik mak gaek, etek, Niadang dan hampir semua mengungkapkan “bahwa Papa sangat pintar memasak Lamang, Lamang yang beliau masak dengan Talang, masaknya sangat bagus tapi talang yang digunakan untuk memasak dengan dibakar api tidak hangus, ketannya tidak lengket, Lamangnya tahan lama tidak cepat basi dan banyak lagi ungkapan lainnya. Ah walau masak Lamang bermain dengan panas api semoga saya bisa memasak lamang suatu hari, walau sampai sekarang untuk memotong lamang yang sudah masak untuk dihidangkan ke tamu masih bergantung ke Papa karena merasa potongan sendiri tidak rapi.
Tadi malam kita sekeluarga video call, karena berada ditempat berbeda yg menyebar di titik -titik Indonesia. Saya di Yogyakarta, Rahmat dan Yuni di Kalimantan, Rahman Sibungsu di Tanjung pinang, hanya Neti anak ketiga yg di rumah, inilah takdir untuk Neti kenapa tidak merantau agar bisa menghibur dan menemani mama dan papa di rumah. Dalam Video terlihat Papa, Mama, Neti dan pak bujang tetangga kita lagi makan Lamang buatan Papa. Kita dari ajuh hanya bisa menonton dalam video tersebut. Tetapi itu sudah lebih dari cukup melihat senyuman mama dan papa.
Walau zaman telah berubah Malamang tidak akan pernah tergantikan, malamang menyimpan banyak cerita, apalagi cerita keluarga. Dulu ketika kakek masih hidup Papa pasti sangat banyak memasak Lamang karena kakek sangat suka makan Lamang dan dibawa ke Bukittinggi, dan ke tempat mamak dan yang lainnya. Malamang juga menyimpan memori kecil kita adat istiadat Minangkabau, yang kalau diingat sungguh menangis dalam tertawa.
0 comments