Kegalauan Membuat Ku Tertawa
August 20, 2018
Hari itu aku
memulai aktvitas ku kembali. Menjalani status ku yang berubah dari siswa
menjadi mahasiswa. Semua perasaan pun berbaur. Perasaan senang karena aku bisa
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Perasaan haru ini muncul karena
aku tidak pernah menyangka bahwa apa yang aku inginkan dulu, bisa aku dapatkan
sekarang. Namun perasaan sedih pun tak mau kalah. Berpisah dengan orang tua
yang selama belasan tahun kami tinggal bersama. Tapi, aku tak ingin
berlarut-larut dengan perasaan yang kacau balau ini. Aku berniat untuk menuntut
ilmu dan bisa sukses di kemudian hari.
Asrama Unand |
Melangkahkan kaki dari rumah menuju
mobil, rasanya sangat berat. Ku pandangi dalam wajah ibu ku yang menatap ku
dalam. Aku tahu, banyak pesan yang ingin ibu sampai kan pada anak gadisnya ini.
Namun beliau tak ingin bicara banyak, karena takut meneteskan air mata di depan
ku. Aku berangkat dengan teman kecilku Wiwik. Kebetulan kami kuliah di
Universitas yanng sama, tapi berbeda jurusan. Aku di Biologi dan dia di
Peternakan. Sepanjang perjalanan dari rumah menuju Padang, yang di tempuh
selama lima jam itu, tak henti-hentinya kami mengenang kisah lucu sewaktu kami liburan
bersama di Ibukota. Banyak hal indah yang sayang untuk di lupakan.
Tampaknya tak hanya status siswa
menjadi mahasiwa yang berubah. Kami yang dulu anak rumahan sekarang menjadi
anak asrama. “Asrama ku Istana ku”, itulah tulisan yang aku lihat yang terpapar jelas di dinding kamar ku.
Sepertinya, aku memang harus mengaplikasikan kata-kata itu, walau cukup berat
rasanya. Biaya untuk tinggal selama satu tahun di asrama, lebih murah jika
dibandingkan dengan hidup di kosan atau kontrakan. Bagi ku kehidupan asrama sudah
terlanjur menjadi momok yang menakutkan. Hidup banyak aturan, hidup di bawah
tekanan, banyak teman-teman yang usil, dan peraturan lain yang menurutku cukup
memberatkan.
Keesokan harinya, ada kegiatan Masa
Orientasi Mahasiswa Asrama (MOMA) yang akan diadakan di Audiotorium. Acara yang
sangat luar biasa ini di suguhkan di hadapan kami. Kami tidak ingin datang
terlambat di acara yang dahsyat ini. Sehingga Aku dan Wiwik memutuskan untuk
tidur bersama walau sebenarnya kami tidak ditempatkan pada satu kamar. Neng..neng...neng
bunyi bel kakak pembina yang cukup memekan telinga. Ku lihat waktu masih
menunjukan pukul 04.00 dinihari. Tapi kakak pembina sudah menyuruh kami untuk
bangun dan bersiap-siap sholat berjamaah di masjid. Kami harus segera mandi
sebelum antrean panjang dan sebelum air mati. Jika air mati, kami harus
menumpang mandi di WC mesjid.
Sholat subuh berjamaah di mesjid,
setelah itu di isi acara kerohanian seperti ceramah agama, serba-serbi,
muhasabah, bahkan pembacaan Al-matsurat. Kegiatan itu tidak hanya di isi oleh kakak
pembina dan Dosen saja, namun Mahasiswa juga dilibatkan untuk mengisi jadwal
ceramah. Program yang sangat membangun karakter mahasiswa, pembinaan mental
menjadi mahasiswa yang lebih berani dan mengisi ruang-ruang kosong dalam jiwa
dengan nilai-nilai keagaman. Tapi tak jarang juga, banyak mahasiswa yang tak
sanggup menahan kantuk mendengarkan ceramah agama. Ada yang tidur sambil duduk,
bahkan ada yang benar-benar tidur seperti di kamarnya sendiri. Walau demikian,
tetap ada yang istiqomah dengan memanfaatkan waktu subuh itu untuk meningkatkan
ibadahnya. Luar biasa!! Ternyata asrama menjadi wadah bagiku untuk kenal dengan
teman-teman yang luar biasa dari berbagai daerah.
Setelah kegiatan selesai, kami
kembali ke asrama masing-masing. Disaat-saat seperti ini kami disuguhkan
pemandangan yang belum tentu bisa dilihat di tempat lain. Ribuan mahasiswa
berbondong-bondong dari masjid. Lautan mukenah pun ikut menjadi objek keindahan
kala itu. Program ini patut di acungi jempol. Ditambah terbentuknya program
Asosiasi Mahasiswa Asrama (AMA) yang menjadi wadah untuk mengembangkan minat
dan bakat mahasiswa asrama dalam berbagai bidang. Buktinya, AMA juga terdiri
dari beberapa Departemen yang akan bertanggung jawab dengan programnya
masing-masing. Tidak semua mahasiswa asrama bisa menjadi pengurus AMA loh.
Semua yang berminat, akan menjalani proses wawancara dengan para pembina
asrama.
Kegiatan kuliah pun dimulai. Gedung
perkuliahan yang cukup jauh dengan lokasi asrama membuat aku dan Wiwik harus
naik kendaraan menuju gedung kuliah. Salah satu kendaraan yang gratis itu
adalah bus kampus. Kami harus menunggu di tempat pemberhentian bus agar bus
tersebut mau berhenti. Tapi tak semua bus kampus berhenti dengan berbagai
kendala. Mungkin saja bus ini sudah penuh dan tak jarang juga, bus tidak mau
berhenti karena yang menunggu bus terlalu banyak dan sesak. Terkadang, tidak
hanya rebutan bus, kami juga rebutan angkot jika sudah telat ke kampus.
Ibaratkan sebuah jalan, tak ada
jalan yang selalu lurus. Banyak juga jalan yang berliku. Begitulah analoginya
dengan kehidupan di asrama. Ada senang dan juga ada kesedihan sesudahnya. Rasa
rindu dengan orang tua dan kondisi rumah yang jauh, membuat air mata ku tak
terbendung lagi. Aku benar-benar merindukan keluarga ku. Ku putuskan untuk
mengambil handphone dan menelfon keluarga di sana.
“Assalamualaikum” ucap suara lembut
ibu ku mengawali pembicaraan
“Waalaikum salam. Ibu apa kabar?”
suara ku serak karena menahan tangis
“Ibu
dan keluarga baik-baik saja. Kamu belajar yang rajin nak. Ingat orang tua
selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Bagi ibu, tak perlu kamu menjadi
anak yang sukses, tapi cukup jadi orang yang bernilai” pesan ibu dari hati yang
tulus untuk ku.
Lama
aku renungkan ucapan ibu tersebut. Setidaknya ini akan menjadi motivasi ku
untuk tetap belajar dan selalu belajar. Karena aku ingin, orang tua ku bahagia
dimasa tuanya. Aku selalu menjadikan orang tua sebagai cambuk bagi ku, baik
ketika aku mulai lengah, ketika aku mulai malas, dan ketika aku mulai lupa apa
tujuan ku kuliah. Kehidupan asrama yang dulunya sangat aku takuti sekarang
menjadi sebuah ketentraman. Karena aku sadar, Tuhan punya rencana yang indah
dibalik setiap takdir-Nya. Kehidupan di asrama, akan memberikan dampak yang
positif bagi orang-orang yang berfikir. Baik dengan programnya maupun dengan
aturan yang di berlakukan di asrama. Setidaknya, kata-kata yang pertama kali
aku temukan di dinding kamar itu, benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Aku
akan merindukan suasana seperti ini.
NB: tulisan
ini adalah tulisan Ani Ariani dalam mengikuti lomba cerpen yang di adakan oleh
AMA dalam rangkaian PKIM3, salah satu jurinya adalah saya Wahyu Suri Yani
Pembina Asrama Hijau Universitas Andalas sekaligus Pembina AMA bidang PSDM dan
Keputrian. Tulisan ini sengaja di publish di blog sebagai bentuk cinta dan kerinduan
saya ke asrama dan warga asrama teman-teman pembina, adik-adik yang jumlahnya
ribuan yang tidak saya hafal namanya tapi saya hafal wajahnya, dengan harapan
kisah di asrama kembali menjadi inspirasi, dan ada yang membaca kisah ini,
mungkin dik ani sudah lupa pernah menulis ini, atau warga asrama pernah lupa
mengadakan acara ini. Semoga dipostingnya tulisan ini mengabadikan asrama Unand
pernah jadi sejarah membentuk dan menempa anak bangsa menjadi lebih baik.
0 comments