Tulis Bunga Dengan Getir Kepada Rosa
April 21, 2017"Hadiah Pernikahan"
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa
berkata apa-apa kecuali subhanallah.
Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh
untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa
Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh
menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan
diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini.
Kartini menyebutnya sebagai kado
pernikahan yang ternilai manusia. Kyai Sholeh membawa Kartini ke
perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca:
Eropa) berubah.
Hari
ini hari Kartini, sudah mencob menahan diri untuk tidak menulis tentang Kartini,
tetapi mencoba mengotak atik laptop, bertemulah dengan power point ketika diminta
menjadi pembicara di seminar hari Kartini di UKKI (Unit Kegiatan Kerohanian
Islam) Universitas Surabaya tahun lalu dengan tema “KARTINI MASA
DEPAN
Wanita Cerdas Mengenggam Dunia”
Apapun
pendapat orang diluar sana tentang kartini, tapi beberapa petikan tulisannya tidak
bisa kita abaikan, alangkah bersyukurnya kita hari ini tidak mengalami
penderitaan sedih seperti itu.
Tulis Kartini dengan getir kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri, 8/9
Agustus 1901.
“Kami, gadis-gadis
Jawa, tidak boleh memiliki cita-cita, karena kami hanya boleh mempunyai satu
impian, dan itu adalah dipaksa menikah hari ini atau esok dengan pria yang
dianggap patut oleh orangtua kami.
Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899
“Bagi saya hanya
ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh) dan keningratan budi
(akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya
dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah
beramal sholih orang yang bergelar macam Graaf atau Baron?… Tidaklah dapat
dimengerti oleh pikiranku yang picik ini,…”
Stella Zihandelaar 6 November 1899,
Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang
umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama
Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika
aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?
Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa
pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti
Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang
dibaca.
Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna
yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi
tidak memberi artinya.
Cita- Cita
Surat kartini
kepada Nyonya Abendon, Agustus 1900
“Kita dapat
menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”.
Surat Kartini
kepada Nyonya Abendon, 4 September 1901
“Pergilah,
laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk
kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan
paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah!
Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.
Surat Kartini
kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901
“Kami disini
memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan
laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar
sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang
diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik
manusia yang pertama-tama”.
Surat Kartini
kepada Nyonya Abendon, 10 Juni 1902
“Kami sekali-kali
tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah Eropa atau
orang Jawa yang kebarat-baratan”.
Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902.
“Saya bertekad dan
berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah.
Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam
sebagai agama disukai.”
Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu
benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi
apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu
menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak
hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”
Surat
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 25 Agustus 1903
“Ya Allah, alangkah
malangnya; saya akan sampai disana pada waktu Puasa-Lebaran-Tahun n Baru, di
saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun sedang memuncak. Sudah saya
katakana, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak pernah saya ijinkan orang
berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih saying dalam hati
sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah!”
Pertemuan dengan Kyai Soleh darat
Acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario
Hadiningrat, yang juga pamannya. Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir
Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat
memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata
demi kata yang disampaikan sang penceramah. Selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa
pernah tahu makna ayat-ayat itu. Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk
menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena
Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
Mengapa Ulama Melarang Penerjemahan Dan Penafsiran Al Quran
“Kyai,
perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu
menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng
bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan
memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya
begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata
untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada
Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras
penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran
adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Hadiah Pernikahan
Dialog
berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa berkata
apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh
untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat
demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah
perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang ternilai
manusia. Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi
spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah.
Sebelumnya
RA
Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus
1902 yang dikirim ke Ny Abendanon. Waktu itu aku tidak mau lagi melakukan
hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca
Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang
tidak aku mengerti artinya. Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya.
Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku
berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.
: “mina dzulumati ila nur“.
KH
Saleh Darat sangat mempengaruhi pemikiran pejuang wanita Indonesia yaitu RA
Kartini, hadiah paling berharga dalam pernikahannya adalah kitab-kitab yang
diterjemahkan dengan huruf pegon (huruf arab untuk bahasa Jawa) dengan demikian
RA Kartini mampu mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an. Judul tulisannya “Habis
Gelap Terbitlah Terang”terinspirasi dari penggalan ayat : “mina
dzulumati ila nur“. Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju
cahaya (Q.S. al-Baqarah: 257).
Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini.
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”
“Ya Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu Puasa-Lebaran-Tahun n Baru, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun sedang memuncak. Sudah saya katakana, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih saying dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah!”
0 comments